Artikel tentang Cut Nyak Dhien

00:20:00 Add Comment
BIOGRAFI CUT NYAK DHIEN
A.    Cut Nyak Dhien
 











Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
B.     Kehidupan awal
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

C.    Perlawanan saat Perang Aceh
Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler.

Artikel Selengkapnya

Sejarah Perkembangan Kurikulum

00:13:00 Add Comment
Sejarah Perkembangan Kurikulum
Deskripsi singkat tentang kurikulum apa saja yang pernah dikembangkan dalam program pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah “melakukan perubahan”, tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita:
1.      RENCANA PELAJARAN 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.      RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.      KURIKULUM 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4.      KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5.      KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6.      KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
7.      KURIKULUM Berbasis Kompetensi 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id)
8.      KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. 

Makalah Qawaid Fiqhiyyah Adatu Muhkamah

00:10:00 Add Comment
Makalah Qawaid Fiqhiyyah Adatu Muhkamah
BAB I PENDAHULUAN

Bagi sebagian orang tradisi terkadang dianggap sebagai belenggu suatu kemajuan peradaban, tapi bagi sebagian yang lain, kultur merupakan sebuah kebanggaan. Ambil contoh seperti yang tengah terjadi pada sebagian besar masyarakat yakni masalah pernikahan pada masyarakat sumatera barat alias suku minangkabau. Bagi masyarakat tradisional minang, meminang adalah hak bagi seorang perempuan dan mereka bangga akan hal itu dan berusaha mempertahankan budaya itu terus menerus. Hal ini berimplikasi pada hukum perdata yang memang mengatur secara khusus masalah pernikahan. Namun adat ini jika dilihat dari kacamata budaya yang lain merupakan budaya yang tidak cocok. Banyak yang memandang sebelah mata adat ini, bahkan bagi sebagian orang secara terang-terangan mengatakan adat itu tidak sesuai dengan hukum alam yang menetapkan bahwa laki-lakilah yang seharusnya meminang. Diskursus ini memang tidak bermaksud membenturkan satu budaya dengan budaya yang lain. Hanya saja, merupakan kasus yang paling mudah untuk menggambarkan bahwa adat bagaimanapun kondisinya asalkan tidak bertentangan dengan syara bisa dijadikan landasan hukum.

  
BAB II PEMBAHASAN

ﺍﻠﻌﺎﺪﺓ ﻤﺤﻜﻤﺔ

" Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum"

A.    DALIL DAN SUMBER PEMBENTUKAN
Qaidah ini adalah qaidah yang masyhur karena terbentuk dari ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits. Kebiasaan (tradisi) adalah salah satu hal yang memiliki kontribusi besar terhadap terjadinya transformasi hukum syar'i. Diatas kebiasaan (tradisi) ini, banyak terbangun hukum-hukum fiqh dan Qaidah-qaidah furu'. Adapun dibawah ini terdapat dalil-dalil, baik dari ayat al-Qur'an maupun dari Hadits Nabi SAW yang secara makna tersirat mendukung kaidah ini, diantaranya:

Surat an-Nisa ayat 19 : 

Makalah Selengkapnya

Makalah Tentang Air

23:59:00 Add Comment
Makalah Tentang Air
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia membutuhkan air tawar.
Sumber daya air merupakan sumber daya alam karunia Allah SWT yang mutlak diperlukan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya serta mempunyai arti dan peran penting bagi berbagai sector kehidupan.

1.2.  Rumusan Masalah
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang berkembang cepat serta tingkat penghidupan masyarakat yang semakin maju, banyak kawasan resapan air yang dijadikan kawasan pemukiman dan pengembangan daerah perkotaan membuat jumlah ketersediaan air semakin lama semakin berkurang. Mengingat ketersediaan air yang tetap dan kebutuhan air yang cenderung semakin meningkat maka perlu dilakukan langkah-langkah pengembangan teknologi, penyediaan air, dan pelestarian sumber daya air.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Usaha Pelestarian Dan Pengembangan Air
Dalam pelestarian dan perkembangannya terdapat beberapa masalah krusial yang memerlukan upaya tindak lanjut segera dan penanganan terpadu yaitu :
1.      Lemahnya koordinasi di antara instansi yang terkait dan kurangnya akuntabilitas, transparansi serta partisipasi stakeholder daloam pengelolaan sumber daya air.
2.      Meningkatnya konflik karena semakin terbatasnya ketersediaan air sementara kebutuhan air semakin meningkat.
3.      Kurangnya dana untuk investasi dan tidak mencukupinya dana untuk cost recorvery
4.      Semakin beratnya pencemaran air.
5.      Meningkatnya kerusakan kawasan vegetasi hutan lindung yang merupakan daerah tangkapan air menyebabkan menurunnya debit aliran air sungai dan meningkatnya erosi dan sedimentasi.
6.      Kurang efektifnya pemeliharaan jaringan irigasi dan belum terjaminnya biaya untuk rehabilitasi berkala jaringan irigasi.
7.      Kurang memadainya organisasi pengelolaan tingkat wilayah sungai.
8.      Kurang arukasinya data hidrologi dan kualitas air.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu reformasi kebijakan pengelolaan sumber daya air yang memberikan perhatian khusus pada konservasi ketersediaan sumber daya air, pengendalian kualitas air dan perlindungan sumber daya air.

Makalah Selengkapnya unduh di sini