BAB I PENDAHULUAN
Bagi sebagian orang tradisi terkadang dianggap
sebagai belenggu suatu kemajuan peradaban, tapi bagi sebagian yang lain, kultur
merupakan sebuah kebanggaan. Ambil contoh seperti yang tengah terjadi pada
sebagian besar masyarakat yakni masalah pernikahan pada masyarakat sumatera
barat alias suku minangkabau. Bagi masyarakat tradisional minang, meminang
adalah hak bagi seorang perempuan dan mereka bangga akan hal itu dan berusaha
mempertahankan budaya itu terus menerus. Hal ini berimplikasi pada hukum perdata
yang memang mengatur secara khusus masalah pernikahan. Namun adat ini jika
dilihat dari kacamata budaya yang lain merupakan budaya yang tidak cocok.
Banyak yang memandang sebelah mata adat ini, bahkan bagi sebagian orang secara
terang-terangan mengatakan adat itu tidak sesuai dengan hukum alam yang
menetapkan bahwa laki-lakilah yang seharusnya meminang. Diskursus ini memang
tidak bermaksud membenturkan satu budaya dengan budaya yang lain. Hanya saja,
merupakan kasus yang paling mudah untuk menggambarkan bahwa adat bagaimanapun
kondisinya asalkan tidak bertentangan dengan syara bisa dijadikan landasan
hukum.
BAB
II PEMBAHASAN
ﺍﻠﻌﺎﺪﺓ
ﻤﺤﻜﻤﺔ
" Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum"
A. DALIL
DAN SUMBER PEMBENTUKAN
Qaidah ini adalah qaidah yang masyhur karena
terbentuk dari ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits. Kebiasaan (tradisi) adalah salah
satu hal yang memiliki kontribusi besar terhadap terjadinya transformasi hukum
syar'i. Diatas kebiasaan (tradisi) ini, banyak terbangun hukum-hukum fiqh dan
Qaidah-qaidah furu'. Adapun dibawah ini terdapat dalil-dalil, baik dari ayat
al-Qur'an maupun dari Hadits Nabi SAW yang secara makna tersirat mendukung
kaidah ini, diantaranya:
Surat an-Nisa ayat 19 :
Makalah Selengkapnya
0 Komentar
Penulisan markup di komentar