PENDAHULUAN
Cacing nipah (Namalycastis rhodochorde) telah dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Pontianak sebagai umpan untuk memancing ikan dan udang. Cacing ini dijual di pasar-pasar tradisional dengan harga relatif tinggi. Harga satu ekor cacing nipah hidup Rp 6.000-25.000 per ekor dengan berat antara 5-50 g. Karakteristik cacing nipah yang khas adalah warnanya merah muda dan panjang tubuh saat meregang dapat mencapai 250 cm (Junardi 2008). Cacing ini termasuk spesies yang baru diketahui (new species) dalam kelas polychaeta (Glasby et al. 2007).
Cacing nipah diambil langsung oleh petani pengumpul dengan cara menggali dari habitatnya di kawasan hutan nipah yang mendominasi komunitas mangrove muara Sungai Kakap. Pengambilan cacing nipah sangat intensif, seiring dengan tingginya konversi hutan mangrove. Hutan mangrove Sungai Kakap saat ini sebagian mulai dialihfungsikan untuk berbagai kepentingan antara lain pemukiman, ladang penduduk, dan industri. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan menurunnya populasi cacing nipah, sementara itu pontensi lain cacing ini belum diketahui. Budidaya adalah upaya yang tepat untuk mencegah pengambilan berlebih cacing nipah di alam. Aspek biologi reproduksi sangat penting sebagai landasan pengetahuan dalam budidaya (Olive 1999).
Keberhasilan budidaya sangat ditentukan oleh teknik produksi massal larva dan cacing muda. Kunci keberhasilan teknik ini sangat ditentukan oleh ketepatan dalam menentukan tahapan pembentukan gamet atau gametogenesis sehingga dapat ditetapkan kapan waktu terbaik untuk melakukan fertilisasi artifisial.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar